Pengertian
Retorika
Retorika (dari bahasa Yunani
ῥήτωρ, rhêtôr, orator,
teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk
menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen
(logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The
Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum
ialah seni manipulatif atau teknik persuasi
politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk
mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang
dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan
pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai
konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun,
definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan
studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan
definisi yang sudah disebutkan di atas) dan praktik kontemporer dari retorika
yang termasuk analisis atas teks tertulis dan visual.
Dalam
doktrin retorika Aristoteles terdapat tiga teknis alat persuasi politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif.
Retorika deliberatif
memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah
kebijakan saat sekarang. Retorika forensik
lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada
masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau
ganjaran. Retorika demonstartif
memfokuskan pada epideiktik, wacana memuji
atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang,
lembaga maupun gagasan.
Sejarah Retorika
Sistematis
retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di
Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana
pun dan pada zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465
SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi
ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang
sah.
Di sinilah
kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup
meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak
ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan
saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia
tidak pandai bicara.
Untuk membantu
orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang
diberi nama Techne Logon (Seni Kata-kata). Walaupun makalah ini sudah
tidak ada, dari para penulis sezaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu
ia berbicara tentang "teknik kemungkinan". Bila kita tidak dapat memastikan
sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di
pengadilan untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya,
"Mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan
mencuri? Bukankah, sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan
karena mencuri". Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan ke
pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, "la pernah mencuri dan
pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang
sama". Akhirnya, retorika memang mirip "ilmu silat lidah".
Di samping
teknik kemungkinan, Corax meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi
pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan
kesimpuln. Dari sini, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi
pidato.
Walaupun
demokrasi gaya Syracuse tidak bertahan lama, ajaran Corax tetap berpengaruh.
Konon, Gelon, penguasa yang menggulingkan demokrasi dan menegakkan kembali
tirani, menderita halitosis (bau mulut). Karena ia tiran yang kejam, tak
seorang pun berani memberitahukan hal itu kepadanya. Sampai di negeri yang
asing, seorang perempuan asing berani menyebutkannya. Ia terkejut. Ia memarahi
istrinya, yang bertahun-tahun begitu dekat dengannya, tetapi tidak
memberitahukannya. Istrinya menjawab bahwa karena ia tidak pernah dekat dengan
laki-laki lain, ia mengira semua laki-laki sama. Gelon tidak jadi menghukum
istrinya. Tampaknya, sang istri sudah belajar retorika dari Corax.
Masih di Pulau
Sicilia, tetapi di Agrigenturn, hidup Empedocles (490-430 SM), filosof,
mistikus, politisi, dan sekaligus orator. Ia cerdas dan menguasai banyak
pengetahuan. Sebagai filosof, ia pernah berguru kepada Pythagoras dan menulis The
Nature of Things. Sebagai mistikus, ia percaya bahwa setiap orang bisa
bersatu dengan Tuhan bila ia menjauhi perbuatan yang tercela. Sebagai
politisi, ia memimpin pemberontakan untuk menggulingkan aristokrasi dan
kekuasaan diktator. Sebagai orator, menurut Aristoteles, "ia mengajarkan
prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk
Athena".
Tahun 427 SM
Gorgias dikirim sebagai duta ke Athena. Negeri itu sedang tumbuh sebagai negara
yang kaya. Kelas pedagang kosmopolitan selain memiliki waktu luang lebih
banyak, juga terbuka pada gagasan-gagasan baru. Di Dewan Perwakilan Rakyat, di
pengadilan, orang memerlukan kemampuan berpikir yang jernih dan logis serta
berbicara yang jelas dan persuasif. Gorgias memenuhi kebutuhan
"pasar" ini dengan mendirikan sekolah retorika. Gorgias menekankan
dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromtu (kita bahas
pada Bab II). Ia meminta bayaran yang mahal; sekitar sepuluh ribu drachma ($
10.000) untuk seorang murid saja. Bersama Protagoras dan kawan-kawan, Gorgias
berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Mereka adalah "dosen-dosen
terbang".
Protagoras
menyebut kelompoknya sophistai, "guru kebijaksanaan"
Sejarahwan menyebut mereka kelompok Sophis. Mereka berjasa mengembangkan
retorika dan mempopulerkannya. Retorika, bagi mereka bukan hanya ilmu pidato,
tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika, dan logika. Mereka tahu bahwa
rasio tidak cukup untuk meyakinkan orang. Mereka mengajarkan teknik-teknik
memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyentuh hati pendengar.
Berkat kaum Sophis, abad keempat sebelum Masehi adalah abad retorika. Jago-jago
pidato muncul di pesta Olimpiade, di gedung perwakilan dan pengadilan. Bila
mereka bertanding, orang-orang Athena berdatangan dari tempat-tempat jauh; dan
menikmati "adu pidato" seperti menikmati pertandingan tinju. Kita
hanya akan menyebutkan dua tokoh saja sebagai contoh: Demosthenes dan
Isocrates.
Berbeda dengan
Gorgias, Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga,
tetapi jelas dan keras. Dengan cerdik, ia menggabungkan narasi dan argumentasi.
Ia juga amat memperhatikan cara penyampaian (delivery). Menurut Will Durant,
"ia meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis). Berdasarkan
keyakinan ini, ia berlatih pidato dengan sabar. Ia mengulang-ulangnya di depan
cermin. Ia membuat gua, dan berbulan-bulan tinggal di sana, berlatih dengan
diam-diam. Pada masa-masa ini, ia mencukur rambutnya sebelah, supaya ia tidak
berani keluar dari persembunyiannya. Di mimbar, ia melengkungkan tubuhnya,
bergerak berputar, meletakkan tangan di atas dahinya seperti berpikir, dan
seringkali mengeraskan suaranya seperti menjerit.
Demosthenes
pernah diusulkan untuk diberi mahkota atas jasa-jasanya kepada negara dan atas
kenegarawanannya. Aeschines, orator lainnya, menentang pemberian mahkota dan
memandangnya tidak konstitusional. Di depan Mahkamah yang terdiri dari ratusan
anggota juri, ia melancarkan kecamannya kepada Demosthenes. Pada gilirannya,
Demosthenes menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal
Mahkota. Dewan juri memihak Demosthenes dan menuntut Aeschines untuk
membayar denda. Aeschines lari ke Rhodes dan hidup dari kursus retorika yang
tidak begitu laku. Konon, Demosthenes mengirimkan uang kepadanya untuk
membebaskannya dari kemiskinan. Persaudaraan karena profesi!
Duel antara dua
orator itu telah dikaji sepanjang sejarah. Inilah buah pendidikan yang dirintis
oleh kaum Sophis. Tetapi ini juga yang membentuk citra negatif tentang kaum
Sophis. Seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika dengan menyingkirkan
Sophisme negatif adalah Isocrates. Isocrates percaya bahwa retorika dapat
meningkatkan kualitas masyarakat; bahwa retorika tidak boleh dipisahkan dari
politik dan sastra. Tetapi ia menganggap tidak semua orang boleh diberi
pelajaran ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya untuk mereka yang
berbakat.
Ia mendirikan
sekolah retorika yang paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya
menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan,
dalam rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan
yang lancar. Karena ia tidak mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk
tampil, ia hanya menuliskan pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan
menyebarkannya. Sampai sekarang risalah-risalah ini dianggap warisan prosa
Yunani yang menakjubkan. Gaya bahasa Isocrates telah mengilhami tokoh-tokoh
retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton, Massillon, Jeremy Taylor, dan Edmund
Burke.
Salah satu
risalah yang ditulisnya mengkritik kaum Sophis. Risalah ini ikut membantu
berkembangnya kebencian kepada kaum Sophis. Di samping itu, kaum Sophis
kebanyakan para pendatang asing di Athena. Orang selalu mencurigai yang dibawa
orang asing. Apalagi mereka mengaku mengajarkan kebijaksanaan dengan menuntut
bayaran. Yang tidak sanggup membayar tentu saja melepaskan kekecewaannya dengan
mengecam mereka.
Socrates,
misalnya, hanya sanggup membayar satu drachma untuk kursus yang diberikan
Prodicus. Karena itu, ia hanya memperoleh dasar-dasar bahasa yang sangat rendah
saja. Socrates mengkritik kaum Sophis sebagai para prostitut. Orang yang
menjual kecantikan untuk memperoleh uang, kata Socrates, adalah prostitut.
Begitu juga, orang yang menjual kebijaksanaan. Murid Socrates yang menerima
pendapat gurunya tentang Sophisme adalah Plato.
Plato
menjadikan Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang palsu dan retorika
yang benar, atau retorika yang berdasarkan pada Sophisme dan retorika yang
berdasarkan pada filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif.
Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati. Ketika merumuskan
retorika yang benar - yang membawa orang kepada hakikat - Plato membahas
organisasi, gaya, dan penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato
menganjurkan para pembicara untuk mengenal "jiwa" pendengarnya. Dengan
demikian, Plato meletakkan dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak.
Ia telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (Sophisme) menjadi sebuah
wacana ilmiah.
Aristoteles,
murid Plato yang paling cerdas melanjutkan kajian retorika ilmiah. Ia menulis
tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica.
Dari
Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan
pidato: terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric).
Inventio
(penemuan). Pada tahap ini, pembicara
menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang
paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak lain daripada "kemampuan
untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi
yang ada". Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan
mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
Aristoteles
menyebut tiga cara untuk mempengaruhi manusia. Pertama, Anda harus
sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa Anda memiliki pengetahuan yang luas,
kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). Kedua, Anda
harus Menyentuh hati khalayak perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih
sayang mereka (pathos). Kelak, para ahli retorika modern menyebutnya imbauan
emotional (emotional appeals). Ketiga, Anda Meyakinkan khalayak dengan
mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Di sini Anda mendekati
khalayak lewat otaknya (logos).
Di samping
ethos, pathos, dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang
efektif untuk mempengaruhi pendengar: entimem dan contoh. Entimem
(Bahasa Yunani: "en" di dalam dan "thymos" pikiran) adalah
sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian
ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan. Disebut tidak lengkap, karena
sebagian premis dihilangkan.
Sebagaimana
Anda ketahui, silogisme terdiri atas tiga premis: mayor, minor, dan
kesimpulan. Semua manusia mempunyai perasaan iba kepada orang yang menderita
(mayor). Anda manusia (minor). Tentu Anda pun mempunyai perasaan yang sama
(kesimpulan). Ketika saya ingin mempengaruhi Anda untuk mengasihi orang-orang
yang menderita, saya berkata, "Kasihanilah mereka. Sebagai manusia,
Anda pasti mempunyai perasaan iba kepada orang yang menderita ". Ucapan
yang ditulis miring menunjukkan silogisme, yang premis mayornya dihilangkan.
Di samping
entimem, contoh adalah cara lainnya. Dengan mengemukakan beberapa contoh,
secara induktif Anda membuat kesimpulan umum. Sembilan dari sepuluh bintang
film menggunakan sabun Lnx. Jadi, sabun Lux adalah sabun para bintang fihn.
Dispositio
(penyusunan). Pada tahap ini, pembicara
menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis,
yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang
berkaitan secara logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir
manusia: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles,
pengantar berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan
menjelaskan tujuan.
Elocutio
(gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih
kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk "mengemas"
pesannya. Aristoteles memberikan nasihat ini: gunakan bahasa yang tepat,
benar, dan dapat diterima; pilih kata-kata yang jelas dan langsung; sampaikan
kalimat yang indah, mulia, dan hidup; dan sesuaikan bahasa dengan pesan,
khalayak, dan pembicara.
Memoria
(memori). Pada tahap ini, pembicara harus
mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
Aristoteles menyarankan "jembatan keledai" untuk memudahkan ingatan.
Di antara semua peninggalan retorika klasik, memori adalah yang paling kurang
mendapat perhatian para ahli retorika modern.
Pronuntiatio
(penyampaian). Pada tahap ini, pembicara
menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Demosthenes
menyebutnya hypocrisis (boleh jadi dari sini muncul kata hipokrit).
Pembicara harus memperhatikan olah suara (vocis) dan gerakangerakan,anggota
badan (gestus moderatio cum venustate).
Tokoh retorika jaman Yunani
1.Georgias (480-370SM)
Dianggap
sebagai guru retorika pertama dalam sejarah manusia. Georgias mengatakan bahwa
kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam
pembicaraan
2.Pratagoras (500-432SM)
Bahwa
kemahiran bicara bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bahasa
3.Socrates (469-399 SM)
Nahwa
retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya karena dengan
dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya
4.Isocrates (392 SM)
Mendirikan sekolah
retorika dengan menitikberatkan pendidikannya pada pidato-pidato politik.
Filsafat Isocrates ialah bahwa hakikat pendidikan adalah kemampuan membentuk
pendapat-pendapat yang tepat mengenai masyarakat. Isocrates berhasil mendidik
muridnya menjadi pemimpin yang baik.
5.Plato (murid Socrates)
Retorika
sangat penting sebagai metode pendidikan, untuk mencapai kedudukan dalam
pemerintahan dan sarana untuk mempengaruhi rakyat. Retorika bertujua memberikan
kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang
untuk memperoleh pengetahuan yang luas, terutama dalam bidang politik.
6.Demosthenes (384-322 SM)
Demosthenes
mengingatkan kebiasaan retorika dengan menekankan pada : Semangat yang
berkobar,Kecerdasan pikiran,Kelainan dari yang lain.
7.Aristoteles memasukkan Retorika
sebagai bagian dari filsafat.
RETORIKA ZAMAN ROMAWI
Teori retorika
Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif. Pada satu sisi, retorika telah
memperoleh dasar teoretis yang kokoh. Namun, pada sisi lain, uraiannya yang
lengkap dan persuasif telah membungkam para ahli retorika yang datang
sesudahnya. Orang-orang Romawi selama dua ratus tahun setelah De Arte
Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan
retorika.
Buku Ad
Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM, hanya
mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani.
Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun
begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika;
tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung: Antonius, Crassus, Rufus,
Hortensius. Yang disebut terakhir terkenal begitu piawai dalam berpidato
sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.
Kemampuan
Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Karena dibesarkan dalam keluarga kaya
dan menikah dengan istri yang memberinya kehormatan dan uang, Cicero muncul
sebagai negarawan dan cendekiawan. Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM), ia
menulis banyak buku filsafat dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak
banyak menampilkan penemuan baru. Ia banyak mengambil gagasan dari Isocrates.
Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang berpidato adalah orang baik
juga. The good man speaks well. Dalam praktek, Cicero betul-betul orator
yang sangat berpengaruh.
Caesar,
penguasa Romawi yang ditakuti, memuji Cicero, "Anda telah menemukan
semua khazanah retorika, dan Andalah orang pertama yang menggunakan semuanya.
Anda telah memperoleh kemenangan yang lebih disukai dari kemenangan para
jenderal. Karena sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan
manusia daripada memperluas batas-batas kerajaan Romawi".
Kira-kira 57
buah pidatonya sampai kepada kita sekarang ini. Will Durant menyimpulkan kepada
kita gaya pidatonya:
Pidatonya mempunyai kelebihan dalam menyajikan secara
bergelora satu sisi masalah atau karakter; dalam menghibur khalayak dengan
humor dan anekdot; dalam menyentuh kebanggaan, prasangka, perasaan, patriotisme
dan kesalehan; dalam mengungkapkan secara keras kelemahan lawan - yang
sebenarnya atau yang diberitakan, yang tersembunyi atau yang terbuka;
dalam mengalihkan perhatian secara terampil dari pokok-pokok pembicaraan yang
kurang menguntungkan; dalam memberondong pertanyaan retoris yang sulit dijawab;
dalam menghimpun serangan-serangan, dengan kalimat-kalimat periodik yang
anak-anaknya seperti cambukan dan yang badainya membahana....
Dari
tulisan-tulisannya yang sampai sekarang bisa dibaca, kita mengetahui bahwa
Cicero sangat terampil dalam menyederhanakan pembicaraan yang sulit. Bahasa
Latinnya mudah dibaca. Melalui penanya, bahasa mengalir dengan deras tetapi
indah.
Puluhan tahun
sepeninggal Cicero, Quintillianus mendirikan sekolah retorika. Ia sangat
mengagumi Cicero dan berusaha merumuskan teori-teori retorika dari pidato dan
tulisannya. Apa yang dapat kita pelajari dari Quintillianus? Banyak. Secara
singkat, Will Durant menceritakan kuliah retorika Quantillianus, yang
dituliskannya dalam buku Institutio Oratoria:
Ia mendefinisikan retorika sebagai ilmu berbicara yang baik.
Pendidikan orator harus dimulai sebelum dia lahir: Ia sebaiknya berasal dari
keluarga terdidik, sehingga ia bisa menerima ajaran yang benar dan akhlak yang
baik sejak napas yang ia hirup pertama kalinya. Tidak mungkin menjadi
terpelajar dan terhormat hanya dalam satu generasi. Calon orator harus
mempelajari musik supaya ia mempunyai telinga yang dapat mendengarkan harmoni;
tarian, supaya ia memiliki keanggunan dan ritma; drama, untuk menghidupkan
kefasihannya dengan gerakan dan tindakan; gimnastik, untuk memberinya kesehatan
dan kekuatan; sastra, untuk membenhik gaya dan melatih memorinya, dan
memperlengkapinya dengan pemikiran-pemikiran besar; sains, untuk
memperkenalkan dia dengan pemahaman mengenai alam; dan filsafat, untuk
membentuk karakternya berdasarkan petunjuk akal dan bimbingan orang bijak.
Karena semua persiapan tidak ada manfaatnya jika integritas akhlak dan
kemuliaan rohani tidak melahirkan ketulusan bicara yang tak dapat ditolak.
Kemudian, pelajar retorika harus menulis sebanyak dan secermat mungkin.
Sebuah saran
yang berlebihan. Tetapi kita diingatkan lagi pada Cicero. The good man
speaks well.
RETORIKA ABAD PERTENGAHAN
Sejak zaman
Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan dengan kenegarawanan.
Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada dua cara untuk
memperoleh kemenangan politik: talk it out ('membicarakan sampai tuntas)
atau shoot it out (menembak sampai habis). Retorika subur pada cara
pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi Romawi mengalami kemunduran, dan
kaisar demi kaisar memegang pemerintahan, "membicarakan" diganti
dengan "menembak". Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para
kaisar tidak senang mendengar orang yang pandai berbicara.
Abad
pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama
Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang
Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh
orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala. Bila orang memeluk agama
Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk nmnyampaikan
kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen
tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Dalam On
Christian Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus
sanggup mengajar, menggembirakan, dan menggerakkan - yang oleh Cicero disebut
sebagai kewajiban orator. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan
kebenaran, kita harus mempelajari teknik penyampaian pesan.
Satu abad
kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman
Tuhan, "Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan
pembicaraan yang menyentuh jiwa mereka" (Alquran 4:63). Muhammad
saw. bersabda, memperteguh firman Tuhan ini, "Sesungguhnya dalam kemampuan
berbicara yang baik itu ada sihirnya".
Ia sendiri
seorang pembicara yang fasih - dengan kata-kata singkat yang mengandung
makna padat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan
pendengar berguncang hatinya dan berlinang air matanya. Tetapi ia tidak hanya
menyentuh hati, ia juga mengimbau akal para pendengarnya. Ia sangat
memperhatikan orang-orang yang dihadapinya, dan menyesuaikan pesannya dengan
keadaan mereka. Ada ulama yang mengumpulkan khusus pidatonya dan menamainya Madinat
al-Balaghah (Kota Balaghah). Salah seorang sahabat yang paling dikasihinya,
Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti dilukiskan Thomas
Carlyle, "every antagonist in the combats of tongue or of sword was
subdited by his eloquence and valor". Pada Ali bin Abi Thalib,
kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya dikumpulkan
dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahj al-Balaghah (Jalan
Balaghah).
Balaghah
menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban Islam.
Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika. Tetapi, warisan
retorika Yunani, yang dicampakkan di Eropa Abad Pertengahan, dikaji dengan
tekun oleh para ahli balaghah. Sayang, sangat kurang sekali studi berkenaan dengan
kontribusi Balaghah pada retorika modern. Balaghah, beserta ma'ani dan bayan,
masih tersembunyi di pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan
Islam tradisional.
RETORIKA MODERN
Abad
Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama
periode panjang itu, warisan peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa
dengan Islam - yang menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani - dalam Perang
Salib menimbulkan Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik
kembali minat orang pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada
dua bagian. Inventio dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian
logika. Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio
saja. Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.
Renaissance
mengantarkan kita kepada retorika modern. Yang membangun jembatan,
menghubungkan Renaissance dengan retorika modern adalah Roger Bacon
(1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga
pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis dalam studi retorika. Ia
menyatakan, "... kewajiban retorika ialah menggunakan rasio dan imajinasi
untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik". Rasio, imajinasi, kemauan
adalah fakultas-fakultas psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli
retorika modern.
Aliran pertama
retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal sebagai aliran
epistemologis. Epistemologi membahas "teori pengetahuan";
asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir
epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan
psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental).
George Campbell
(1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan
Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas
(bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan
sebab-musabab perilaku manusia pada empat fakultas - atau kemampuan jiwa
manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan, dan kemauan. Retorika, menurut
definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya "mencerahkan pemahaman,
menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan".
Richard Whately
mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya
juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai
fokus retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang
tepat dan mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell menekankan
pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang
berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum
epistemologis - aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika
modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis:
tulisan yang indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa,
segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya.
Hugh Blair (1718-1800) menulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di
sini ia menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia
memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh
kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas
citarasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang
indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah.
Citarasa, kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi
dipadukan dengan rasio - ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama
(epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama memusatkan perhatian mereka
pada persiapan pidato - pada penyusunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran
ketiga - disebut gerakan elokusionis - justru menekankan teknik
penyampaian pidato. Gilbert Austin, misalnya memberikan petunjuk praktis
penyampaian pidato, "Pembicara tidak boleh melihat melantur. Ia harus
mengarahkan matanya langsung kepada pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia
tidak boleh segera melepaskan seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan nada
yang paling rendah, dan mengeluarkan suaranya sedikit saja; jika ia ingin
mendiamkan gumaman orang dan mencengkeram perhatian mereka". James Burgh,
misal yang lain, menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya.
Dalam perkembangan,
gerakan elokusionis dikritik karena perhatian - dan kesetiaan - yang
berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi
berbicara dan bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun
begitu, kaum elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris
sebelum merumuskan "resep-resep" penyampaian pidato. Retorika kini
tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata "otak-atik otak" atau hasil
perenungan rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari
hasil penelitian empiris.
Retorika didefinisikan sebagai seni membangun
argumentasi dan seni berbicara. Dalam perkembangannya retorika juga mencakup
proses untuk ‘menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide
melalui berbagai macam pesan’.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Retoris
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
efektivitas dalam proses komunikasi retoris. Faktor-faktor ini terdapat pada
setiap unsur komunikasi seperti: komunikator, pesan, medium dan resipiens.
A. Pada Komunikator
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam proses
komunikasi retoris adalah:
- Pengetahuan Tentang Komunikasi Dan Keterampilan dan Berkomunikasi
Yang dimaksudkan adalah penguasaan
bahasa dan keterampiIan mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media
komunikasi untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk
mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan sesuatu
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis hubungan antara
komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi efektivitas proses
komunikasi.
2. Sikap Komunikator
Sikap komunikator seperti agresif (menyerang)
atau cepat membela diri, sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati,
rela mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam
proses komunikasi retoris.
3. Pengetahuan Umum
Demi efektivitas dalam komunikasi
retoris, komunikator se-baiknya memiliki pengetahuan umum yang luas, karena
dengan begitu dia dapat mengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat
mengerti mereka secara lebih baik. Dia harus mengetahui dan menguasai bahan
yang dibeberkan secara mendalam, teliti dan tepat. Dia juga hendaknya
mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari kehidupan harian para
pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang mampu menggugah hati
mereka.
4. Sistem Sosial
Setiap komunikator berada dan hidup di
dalam sistem masyarakat tertentu. Posisi, pangkat atau jahatan yang dimiliki
komunikator di dalam masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi
retoris (misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang
berpengaruh atau tidak).
5. Sistem Kebudayaan
Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yang
dimiliki se-orang komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi
retoris. Tingkah laku, tata adab dan pandangan hidup yang diwarisinya dari
suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses
komunikasi retoris dengan manusia lain.
Definisi monolog
Monolog adalah istilah keilmuan yang diambil dari
kata mono yang artinya satu dan log dari kata logi yang artinya ilmu.Secara harfiah
monolog adalah suatu ilmu terapan yang mengajarkan tentang seni peran dimana hanya
dibutuhkan satu orang atau dialog bisu untuk melakukan adegan / sketsa nya . Kata monolog lebih banyak
ditujukan untuk kegiatan seni terutama seni peran dan teater
Sejarah Monolog
Sejarah monolog sebenarnya sudah diperkenalkan sejak tahun
60-an pada saat itu pertelevisian tidak mengenal dubbing/pengisian suara oleh
karena itu monolog banyak dipraktekkan untuk membuat film-film komedi /
horror.Salah satu pengagas monolog yang terkenal adalah Charlie Chaplin.Monolog
diperkenalkan pertama kali di Hollywood sektiar tahun 1964 lalu berkembang
menjadi sarana seni dan teater dan sudah menjadi salah satu teori /
pembelajaran dari karya seni teater
Pengertian Monologika adalah ilmu tentang seni berbicara secara
monolog dimana hanya seorang yang berbicara.Dialogika adalah ilmu tentang seni
berbicara secara dialog, dimana terdapat lebih satu orang berbicara.
Tema yang baik memerlukan keterangan penunjang yang baik, yang
dipergunakan untuk memperjelas uraian, memperkuat pesan, menambah daya tarik
dan mempermudah pengertian. :
(1) Penjelasan
Keterangan yang sederhana dan tidak terinci, untuk mempersiapkan
pendengar kepada keterangan penunjang lainnya. Penjelasan dapat dilakukan
dengan definisi.
(2) Contoh
Dapat membuat gagasan terasa lebih nyata dan mudah difahami. Dapat
berupa cerita yang terinci (ilustrasi).
(3) Analogi
Perbandingan antar dua hal atau lebih untuk menunjukkan kesamaan
atau perbedaan.
Ada analogi harfiah dan ada analogi kiasan.
(4) Testimoni
Yaitu pernyataan dalil atau orang ahli yang dikutip untuk
menunjang pembicaraan.
(5) Statistik
Sebaiknya digunakan angka-angka yang dibulatkan.
(6) Perulangan
Menyebutkan gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
Jenis-jenis Pidato Informatif
Ada beberapa jenis pidato informative yaitu:
a. Kuliah
Kuliah adalah penyampaian ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh dosen sebagai pembicara dan mahasiswa sebagai audiens. Di dalam kuliah, salah satu bahan atau tema dari bidang ilmu tertentu ditawarkan lewat sejumlah mata kuliah yang diberikan. Cara menyajikan biasanya dengan membaca teks yang telah dipersiapkan dengan menambahkan penjelasan secukupnya.
b. Ceramah
Pada dasarnya tujuan ceramah adalah memberikan informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu bahan yang diceramahkan harus dipersiapkan dengan teliti. Ceramah harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat dan berisi: pikiran yang tersusun logis dan memiliki sekema yang jelas, serta hubungan yang serasi antara bagian-bagiannya.
c. Referat atau makalah
Sebuah referat atau makalah sebenarnya adalah suatu ceramah singkat mengenai suatu bidang, yang berlansung antara 10-20 menit. Seringkali referat juga merupakan pengantar kedalam salah satu bidang; atau dipakai sebagai salah satu acara dalam perundingan, sehingga orang menyebutnya pengantar singkat atau referat singkat. Pada dasarnya referat dibatasi uraiannya pada hal-hal yang esensial, sehingga lebih mengenai budih dan bukan perasaan manusia.
d. Pengajaran
Pengajaran adalah uraian yang disusun secara pedagogi, umumnya dibawakan untuk kelompok orang setingkat SLTP dan SMA. Bentuk penyajiannya bermacam-macam, sehingga tidak begitu membosankan.
e. Wejangan informatif
Ini adalah ceramah yang santai di depan sekelompok pendengar dalam jumlah yang kecil. Bentuk ini sering dipakai apabila menunjukan slides atau film.Gambar atau film menjadi pokok pembicaraan, sehingga ttidak menuntut suatu persiapan yang teliti.
f. Pidato informatif dalam kesempatan khusus
Dalam pidato ini pembicara ditunjuk sebagai sumber informasi untuk menyampaikan dan menjelaskan tentang sesuatu untuk diketahui pendengar. Di sini suasananya lebih formal dan bahasa yang digunakan sesuai dengan pengetahuan pendengar.
PIDATO PERSUASIF
Ada beberapa jenis pidato informative yaitu:
a. Kuliah
Kuliah adalah penyampaian ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh dosen sebagai pembicara dan mahasiswa sebagai audiens. Di dalam kuliah, salah satu bahan atau tema dari bidang ilmu tertentu ditawarkan lewat sejumlah mata kuliah yang diberikan. Cara menyajikan biasanya dengan membaca teks yang telah dipersiapkan dengan menambahkan penjelasan secukupnya.
b. Ceramah
Pada dasarnya tujuan ceramah adalah memberikan informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu bahan yang diceramahkan harus dipersiapkan dengan teliti. Ceramah harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat dan berisi: pikiran yang tersusun logis dan memiliki sekema yang jelas, serta hubungan yang serasi antara bagian-bagiannya.
c. Referat atau makalah
Sebuah referat atau makalah sebenarnya adalah suatu ceramah singkat mengenai suatu bidang, yang berlansung antara 10-20 menit. Seringkali referat juga merupakan pengantar kedalam salah satu bidang; atau dipakai sebagai salah satu acara dalam perundingan, sehingga orang menyebutnya pengantar singkat atau referat singkat. Pada dasarnya referat dibatasi uraiannya pada hal-hal yang esensial, sehingga lebih mengenai budih dan bukan perasaan manusia.
d. Pengajaran
Pengajaran adalah uraian yang disusun secara pedagogi, umumnya dibawakan untuk kelompok orang setingkat SLTP dan SMA. Bentuk penyajiannya bermacam-macam, sehingga tidak begitu membosankan.
e. Wejangan informatif
Ini adalah ceramah yang santai di depan sekelompok pendengar dalam jumlah yang kecil. Bentuk ini sering dipakai apabila menunjukan slides atau film.Gambar atau film menjadi pokok pembicaraan, sehingga ttidak menuntut suatu persiapan yang teliti.
f. Pidato informatif dalam kesempatan khusus
Dalam pidato ini pembicara ditunjuk sebagai sumber informasi untuk menyampaikan dan menjelaskan tentang sesuatu untuk diketahui pendengar. Di sini suasananya lebih formal dan bahasa yang digunakan sesuai dengan pengetahuan pendengar.
PIDATO PERSUASIF
A. DEFINISI
Pidato persuasive adalah pesan yang disampaikan kepada sekelompok khalayak oleh seorang pembicara yang hadir untuk mempengaruhi pilihan khalayak melalui pengondisian, penguatan, atau pengubahan tanggapan (respon) mereka terhadap gagasan, isu, konsep, atau produk.
Upaya persuasive akan berhasil baik bila pesan yang disampaikan memiliki akibat sesuai dengan yang diharapkan: pesan tersebut dalam beberapa hal mempengaruhi pilihan khalayak.
B. Tiga tujuan pidato persuasive
1. Pembentukan tanggapan
Salah satu tujuan pidato persuasive adalah membentuk cara khalayak memberikan tanggapan. Pembentukan dapat dilakukan baik khalayak mengetahui banyak tentang suatu topic maupun tidak, tetapi akibat pembentukan begitu gambling terlihat pada saat khalayak mengetahui sedikit tentang topil.
Pembicara persuasive mempertalikan gagasan atau sesuatu yang baru terhadap nilai yang telah melekat pada khalayak. Pembicara harus menyadari bahwa pembentukan itu adalah proses pertalian ide-ide baru dengan nilai-nilai yang mapan bagi khalayak, dan yang hasil-hasilnya adalah perubahan perilaku.
2. Penguatan tanggapan
Maksud kedua pidato persuasive adalah “penguatan” tanggapan bagi sekelompok khalayak untuk mengharapkan kesinambungan perilaku yang sedang berlangsung saat ini terhadap beberapa topic, gagasan, atau isu.
Penguatan tanggapan dikaitkan dengan nilai-nilai da sikap yang sudah ada dalam khalayak. Nilai-nilai bercirikan kesenangan, kekuatan, dan kepentingan.
3. Pengubahan tanggapan
Maksud ketiga pdato persuasive adalah pengubahan tanggapan sekelompok khalayak untuk mengubah perilaku mereka terhadap suatu konsep atau gagasan.
Pembicara persuasive berupaya untuk mengubah tanggapan sambil meminta kepada khalayak untuk mewakli dan /atau menghentikan beberapa perilaku, seperti merokok, buang sampah sembarangan, dll. Dalam banyak cara, pengubahan tanggapan dapat enjadi sebuah tugas yang sulit. Pembicara dapat membentuk kesan seseorang terhadap yang baru tanpa terlalu membingungkan kehidupan mereka. Pembentukan tanggapan dihubungkan secara teliti dengan belajar; penguatan sebagian besar dikesampingkan sebagai suatu maksud persuasive, tetapi pengubahan tanggapan adalah focus utama pidato persuasive.
C. Lima prinsip persuasive
1. Membujuk demi konsistensi
Prinsip pertama persuasive yaitu khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap, dan nilai mereka saat ini.
Orang-prang yang mencoba membujuk orang lain perlu mengakui bahwa nilai, sikap, dan kepercayaan merefleksikan tibgkay keyakinan yang berbeda sebabnya nilai yang ada amat sulit berubah, begitu juga dengan kepercayaan. Perlu diakui bahwa apa pun yang dianjurkan demi suatu perubahan perilaku akan lebih mungkin bias berhasil bila hal tersebut konsisten dengan nilai, sikap, dan kepercayaan.
Pembicara persuasive menggunakan konsistensi ini melewati masa berdasarkan penilaian kesempatan untuk pembentukan, penguatan, dan pengubahan tanggapan khalayak, dan berdasarkan takaran pesan terhadap posisi khalayak itu. Pembujuk yang efektif menggunakan konsistensi khalayak untuk membentuk, meguatkan, atau mengubah khalayak tersebut.
2. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil
Prinsip kedua persuasive adalah bahwa khalayak lebih memungkinkan untuk megubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan khalyak merupakan perubahan kecil bukan perubahan perilaku besar mereka. Kesalahan umum pembicara pemula adalah keinginan yang menuntut terlalu banyak perubahan dn tergesa-gesa karena alsan yang terlalu sederhana, sedangkan perubahan-perubahan apa saja yang bisa terjadi pada mereka mungkin merupakan sesuatu yang sederhana.
Satu factor yang perlu dipertimbangkan dalam memutuska berapa banyak yang dituntut dari seorang khalayak adalah berdasarkan tingkat komitmen mereka.
Seorang pembicara akan berhadapan juga dengan peralwanan seketika apabika ia menuntut perubahan-perubahan dalam perilaku yang bertentangan apa yang telah tercakup. Pada sisi lain, kelompok khalayak yang heterogen dari orang yang tidak berkehendak kuat tentang isu menenai latihan yang teratur akan mudah dalam pembentukan tanggapan yang sesungguhnya, dan sebagian khalayak yang berkehendak kuat akan menerima penguatan dan sekurang-kurangnya akan memepertimbangkan pengandosian beberapa perubahan kecil dalam perilaku. Pembujuk yang sukses dan terlatih dengan tajam melihat perubahan-perubahan kecil, yang konsisten dengan tujuan persuasive, mungkin mengandung simpati dari khalayak.
3. Membujuk demi keuntungan
Prnsip ketiga persuasi adalah khalayak lebih nungkin mengubah perilakunya apabla perubahan yang disarankan akan menguntungan mereka lebih dari biaya yang akan ereka keluarkan. Kapan pun pembicara menyampaikan suatu pidato persuasive, perlu dipertimbangkan biaya-biayanya dan bagaimana pembicara sanggup mengurangi biaya-biaya tersebut sehingga mereka akan merasa memperoleh keuntungan-keuntungan yang pembicara usulkan.
4. membujuk demi pemenuhan kebutuhan
Prinsip keempat dari persuasi adalah khalayak lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang disarankan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
5. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual
Efektivitas pidato persuasive bergantung pada penerimaan khalayak terhadap perubahan yang disarankan pembicara dalam kehidupan mereka. Prinsip yang dijelaskan dalam bagian ini menganjurkan pendekatan gradual yang lebh memungkinkan untuk bekerja dibandingkan dengan pendekatan yang meminta khalayak untuk segera berubah perilakunya. Sering kali pembujuk yang efektif mulai dengan landasan umum dan penyamaan orientasi dengan mengutarakan kesesuaiannya dengan khalayak denga gagasan dan latar belakang. Sering juga pembujuk yang berhasil bertolak dari argument dan bukti bahwa khalayak sangat mudah menerima daripada sebaliknya, khalayak lebih sulit untuk menerimanya.
Pidato persuasive adalah pesan yang disampaikan kepada sekelompok khalayak oleh seorang pembicara yang hadir untuk mempengaruhi pilihan khalayak melalui pengondisian, penguatan, atau pengubahan tanggapan (respon) mereka terhadap gagasan, isu, konsep, atau produk.
Upaya persuasive akan berhasil baik bila pesan yang disampaikan memiliki akibat sesuai dengan yang diharapkan: pesan tersebut dalam beberapa hal mempengaruhi pilihan khalayak.
B. Tiga tujuan pidato persuasive
1. Pembentukan tanggapan
Salah satu tujuan pidato persuasive adalah membentuk cara khalayak memberikan tanggapan. Pembentukan dapat dilakukan baik khalayak mengetahui banyak tentang suatu topic maupun tidak, tetapi akibat pembentukan begitu gambling terlihat pada saat khalayak mengetahui sedikit tentang topil.
Pembicara persuasive mempertalikan gagasan atau sesuatu yang baru terhadap nilai yang telah melekat pada khalayak. Pembicara harus menyadari bahwa pembentukan itu adalah proses pertalian ide-ide baru dengan nilai-nilai yang mapan bagi khalayak, dan yang hasil-hasilnya adalah perubahan perilaku.
2. Penguatan tanggapan
Maksud kedua pidato persuasive adalah “penguatan” tanggapan bagi sekelompok khalayak untuk mengharapkan kesinambungan perilaku yang sedang berlangsung saat ini terhadap beberapa topic, gagasan, atau isu.
Penguatan tanggapan dikaitkan dengan nilai-nilai da sikap yang sudah ada dalam khalayak. Nilai-nilai bercirikan kesenangan, kekuatan, dan kepentingan.
3. Pengubahan tanggapan
Maksud ketiga pdato persuasive adalah pengubahan tanggapan sekelompok khalayak untuk mengubah perilaku mereka terhadap suatu konsep atau gagasan.
Pembicara persuasive berupaya untuk mengubah tanggapan sambil meminta kepada khalayak untuk mewakli dan /atau menghentikan beberapa perilaku, seperti merokok, buang sampah sembarangan, dll. Dalam banyak cara, pengubahan tanggapan dapat enjadi sebuah tugas yang sulit. Pembicara dapat membentuk kesan seseorang terhadap yang baru tanpa terlalu membingungkan kehidupan mereka. Pembentukan tanggapan dihubungkan secara teliti dengan belajar; penguatan sebagian besar dikesampingkan sebagai suatu maksud persuasive, tetapi pengubahan tanggapan adalah focus utama pidato persuasive.
C. Lima prinsip persuasive
1. Membujuk demi konsistensi
Prinsip pertama persuasive yaitu khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap, dan nilai mereka saat ini.
Orang-prang yang mencoba membujuk orang lain perlu mengakui bahwa nilai, sikap, dan kepercayaan merefleksikan tibgkay keyakinan yang berbeda sebabnya nilai yang ada amat sulit berubah, begitu juga dengan kepercayaan. Perlu diakui bahwa apa pun yang dianjurkan demi suatu perubahan perilaku akan lebih mungkin bias berhasil bila hal tersebut konsisten dengan nilai, sikap, dan kepercayaan.
Pembicara persuasive menggunakan konsistensi ini melewati masa berdasarkan penilaian kesempatan untuk pembentukan, penguatan, dan pengubahan tanggapan khalayak, dan berdasarkan takaran pesan terhadap posisi khalayak itu. Pembujuk yang efektif menggunakan konsistensi khalayak untuk membentuk, meguatkan, atau mengubah khalayak tersebut.
2. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil
Prinsip kedua persuasive adalah bahwa khalayak lebih memungkinkan untuk megubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan khalyak merupakan perubahan kecil bukan perubahan perilaku besar mereka. Kesalahan umum pembicara pemula adalah keinginan yang menuntut terlalu banyak perubahan dn tergesa-gesa karena alsan yang terlalu sederhana, sedangkan perubahan-perubahan apa saja yang bisa terjadi pada mereka mungkin merupakan sesuatu yang sederhana.
Satu factor yang perlu dipertimbangkan dalam memutuska berapa banyak yang dituntut dari seorang khalayak adalah berdasarkan tingkat komitmen mereka.
Seorang pembicara akan berhadapan juga dengan peralwanan seketika apabika ia menuntut perubahan-perubahan dalam perilaku yang bertentangan apa yang telah tercakup. Pada sisi lain, kelompok khalayak yang heterogen dari orang yang tidak berkehendak kuat tentang isu menenai latihan yang teratur akan mudah dalam pembentukan tanggapan yang sesungguhnya, dan sebagian khalayak yang berkehendak kuat akan menerima penguatan dan sekurang-kurangnya akan memepertimbangkan pengandosian beberapa perubahan kecil dalam perilaku. Pembujuk yang sukses dan terlatih dengan tajam melihat perubahan-perubahan kecil, yang konsisten dengan tujuan persuasive, mungkin mengandung simpati dari khalayak.
3. Membujuk demi keuntungan
Prnsip ketiga persuasi adalah khalayak lebih nungkin mengubah perilakunya apabla perubahan yang disarankan akan menguntungan mereka lebih dari biaya yang akan ereka keluarkan. Kapan pun pembicara menyampaikan suatu pidato persuasive, perlu dipertimbangkan biaya-biayanya dan bagaimana pembicara sanggup mengurangi biaya-biaya tersebut sehingga mereka akan merasa memperoleh keuntungan-keuntungan yang pembicara usulkan.
4. membujuk demi pemenuhan kebutuhan
Prinsip keempat dari persuasi adalah khalayak lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang disarankan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
5. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual
Efektivitas pidato persuasive bergantung pada penerimaan khalayak terhadap perubahan yang disarankan pembicara dalam kehidupan mereka. Prinsip yang dijelaskan dalam bagian ini menganjurkan pendekatan gradual yang lebh memungkinkan untuk bekerja dibandingkan dengan pendekatan yang meminta khalayak untuk segera berubah perilakunya. Sering kali pembujuk yang efektif mulai dengan landasan umum dan penyamaan orientasi dengan mengutarakan kesesuaiannya dengan khalayak denga gagasan dan latar belakang. Sering juga pembujuk yang berhasil bertolak dari argument dan bukti bahwa khalayak sangat mudah menerima daripada sebaliknya, khalayak lebih sulit untuk menerimanya.
Pidato rekreatif
Aneh
Cara
mudah untuk setrum publik adalah dengan menjadi aneh atau tidak biasa. Hal ini
karena tindakan aneh atau tidak biasa akan mengejutkan dan setrum masyarakat.
Setelah seseorang tertegun atau terkejut, otomatis pikirannya akan dimasukkan
ke dalam pola pikir bertanya. Ketika masyarakat pikiran adalah dimasukkan ke
dalam pikiran bertanya, keingintahuan mereka akan dipicu. Oleh karena itu yang
lebih mudah bagi Anda untuk menanam dalam pesan persuasif Anda dalam pikiran
orang. Dengan teknik ini, Anda bisa mulai mempengaruhi dan membujuk siapapun
untuk mengatakan YES untuk menawarkan atau permintaan.
Lucu
Cara
mudah untuk membujuk seseorang adalah dengan menjadi lucu. Hal-hal lucu
cenderung membuat orang tertawa dan emosi mereka akan dipicu. Dalam hal ini,
emosi dipicu thatll adalah kebahagiaan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
ketika seseorang emosional, ia lebih mudah untuk membujuk karena tingkat
rasionalitas dalam orang itu akan berkurang drastis. Oleh karena itu mencoba
untuk mengidentifikasi emosi yang benar yang dapat dipicu pada diri seseorang
dan secara otomatis menghubungkannya dengan penawaran Anda atau permintaan
sebagai kemungkinan yang sangat tinggi bagi Anda untuk mendapatkan YA.
Ciri – ciri suatu pidato yang baik
1. Pidato yang Saklik
Maksudnya disini
memiliki objektivitas dan mengandung unsur-unsur kebenaran. Isi dan informasinya
serasi, sehingga indah serta jelas antara maslah dengan fakta dan pendapat
pribadi
2. Pidato yang jelas
Pembicara harus
memiliki ungkapan dan susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindari
dalah pengertian.
3. Pidato yang hidup
Untuk membuat pidato
hidup, pembicara dapat mengunakan ambar,cerita pendek atau kejadian-kejadian
yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar
4. Pidato yang memiliki tujuanTujuan yaitu apa yang mau dicapai, tujuan
harus dirumuskan dalam bentuk satu dua pikiran pokok. Dan sebaiknya tujuan
sering diulang supaya pendengar tidak kehilangan benang merah selama
mendengarkan pidato. 5. Pidato yang memiliki klimaks
Pembicara berusahalah memciptakan puncak dalam pidato untuk memperbesar
ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar. Selama masa persiapan, titik puncak
harus dirumuskan sebaik dan sejelas mungkin.
6.Pidato yang mengandung humor
Humor dalam sebuah pidato diperlukan juga untuk menyegarkan pikiran
pendengar, sihingga mencurahkan perhatian yang lebih besar kepada pidato
selanjutnya
Skema susunan pidato yang baik
1.Pembukaan dengan salam
pembuka
2.pendahuluan yang
sedikit menggambarkan isi
3.Isi atau materi pidato
secara sistematis : maksud, tujuan, sasaran, rencana, langkah dll
4.Penutup ( kesimpulan,
harapan, pesan, salam penutup dll).
Perbedaan dengan Pidato Jenis Informatif dan Persuasif
a.Tujuan
- Informatif: menerangkan atau menjelaskan
- Persuasif: membujuk
- Informatif: menerangkan atau menjelaskan
- Persuasif: membujuk
b. fakta
- Informatif: sebagai alat konkritisasi.
- Persuasif: sajikan bujukan yang mendukung
- Informatif: sebagai alat konkritisasi.
- Persuasif: sajikan bujukan yang mendukung
c. Gaya bahasa
- Informatif: tanpa rasa subjektif dan emosional
- Persuasif: bersifat sugestif, jelas, dapat juga emosional, memanfaatkan majas.
- Informatif: tanpa rasa subjektif dan emosional
- Persuasif: bersifat sugestif, jelas, dapat juga emosional, memanfaatkan majas.
d. Gaya penyampaian
- Informatif: pembicara sekedar menerangkan pendapatnya
- Persuasif: pembicara berusaha membangun kepercayaan
- Informatif: pembicara sekedar menerangkan pendapatnya
- Persuasif: pembicara berusaha membangun kepercayaan
e. Metode
- Informatif: definisi, uraian, perbandingan, ilustrasi, analisis (bagian, fungsi, proses, dan kausal).
- Persuasif: rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitasi, kompensasi, penggantian, dan proyeksi.
f. Keputusan
- Informatif: Pembicara menyerahkan keputusan kepada public.
- Persuasif: pembicara ingin agar keputusan public berubah sesuai dengan keinginankeinginanya.
- Informatif: definisi, uraian, perbandingan, ilustrasi, analisis (bagian, fungsi, proses, dan kausal).
- Persuasif: rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitasi, kompensasi, penggantian, dan proyeksi.
f. Keputusan
- Informatif: Pembicara menyerahkan keputusan kepada public.
- Persuasif: pembicara ingin agar keputusan public berubah sesuai dengan keinginankeinginanya.
Penyusunan
pesan
Pidato
perlu terdengar lebih menarik, jelas gagasan pokoknya dan pembagian pesannya
sehingga memudahkan pengertian.
- Organisasi pesan
Uraian
pidato dapat mengikuti enam macam urutan :
- Deduktif (menyatakan gagasan utama kemudian memperjelasnya dengan keterangan-keterangan penunjang)
- Induktif (mengemukakan dulu perincian-perincian kemudian menarik kesimpulan)
- Kronologis (berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa)
- Logis (dari sebab ke akibat atau sebaliknya)
- Spasial (berdasarkan tempat)
- Topikal (berdasarkan tema pidato: pengelompokannya dari penting ke kurang penting, mudah ke sukar, dari yang dikenal ke yang asing)
Pengembangan
bahasan
Tema yang
baik memerlukan keterangan penunjang yang baik, yang dipergunakan untuk
memperjelas uraian, memperkuat pesan, menambah daya tarik dan mempermudah
pengertian. :
(1)
Penjelasan
Keterangan
yang sederhana dan tidak terinci, untuk mempersiapkan pendengar kepada
keterangan penunjang lainnya. Penjelasan dapat dilakukan dengan definisi.
(2)
Contoh
Dapat
membuat gagasan terasa lebih nyata dan mudah difahami. Dapat berupa cerita yang
terinci (ilustrasi).
(3)
Analogi
Perbandingan
antar dua hal atau lebih untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan.
Ada
analogi harfiah dan ada analogi kiasan.
(4)
Testimoni
Yaitu
pernyataan dalil atau orang ahli yang dikutip untuk menunjang pembicaraan.
(5)
Statistik
Sebaiknya
digunakan angka-angka yang dibulatkan.
(6)
Perulangan
Menyebutkan
gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
Beberapa teknik-teknik persuasif
1. Ada khalayak tak sadar adanya masalah
Kita gunakan langkah-langkah sebagai berikut:
-Tahap perhatian. Khalayak dibangkitkan minatnya, dikemukakan fakta dan angka yang mengejutkan mereka. Misalnya: DKI Jakarta sampai saat ini (2006) dinyatakan masih belum bebas demam berdarah.
-Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah fakta, angka dan kutipan yang ditunjukkan untuk memperlihatkan, memang ada masalah. Sebutkan dengan khusus bagaimana situasi mempengaruhi ketentraman, kebahagiaan atau kesejahteraan pendengar. Misal: sejumlah fakta terungkapnya adanya pabrik-pabrik pembuatan Narkoba. Pihak kepolisian langsung menutup pabrik itu dan orang-orang terlibat segera ditahan untuk diminta penjelasan.
- Tahap pemuasan, visualisasi dan tindakan. Dalam pengembangan tahap-tahap itu, gunakanlah kesempatan yang ada untuk memperkenalkan bahan-bahan lebih faktual, buat menegaskan masalah, sebutkan kembali selagi membuat ikhtisar akhir dan mengimbau mereka untuk meyakini dan bertindak.
2. Khalayak apatis (masa bodoh)
Berbeda dengan yang tidak sadar adanya masalah, namun mereka tahu masalahnya, tetapi mereka tak peduli, karena merasa bukan urusannya. Pembicara harus meyakinkan mereka bahwa masalah yang mereka tahu, akan mempengaruhi mereka, misal pentingnya memperhatikan kebersihan lingkungan. Lakukan secara bertahap:
-Tahap perhatian. Singkirkan sikap yang apatis dengan menyentuh beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan pendengar. Misal, kalau kebersihan lingkungan tidak diperhatikan akan menimbul-kan berbagai penyakit Gunakan ungkapan-ungkapan hidup untuk menundukkan bagaimana, kesehatan, kebahagiaan, ketenteraman, kesempatan maju
-Tahap kebutuhan Apabila sudah timbul perhatian lanjutkan dengan pertanyaan, bagaimana masalah tersebut mempengaruhi setiap orang yang hadir? Usahakan masalah dengan menunjukkan: (1) efek secara langsung atau segera terhadap mereka; (2). efeknya pada keluarga,
sahabat, kepentingan bisnis, atau kelompok sosial profesional mereka; (3) kemungkinan efek masa depan bagi anak-anak mereka. Dalam menunjukkan efek itu, gunakanlah bukti-bukti yang sekuat mungkin. Misal, Pemda DKI Jakarta dalam mengatasi sampah, menganjurkan setiap RT memiliki alat penghancur sampah akan menjadi kompos. Akibatnya warga tidak memerlukan biaya untuk mengangkut sampah rumah tangga, kompos menjadi pupuk, nilai ekonominya kompos bisa dijual, sampah di DKI seperti pengumpulan daun-daunan dari pohon salah satu bahan kompos juga bisa menjadi mata pencaharian (2006).
- Tahap pemuasan. Tahap ini ditunjukkan terus menerus bahwa sikap apatis dalam masalah ini tidak dapat dibenarkan.
- Tahap visualisasi dan tindakan. Dalam visualisasi keuntungan akan diperoleh khalayak. Sementara itu berdasarlan visualisasi, meminta kepada mereka untuk mempelajari masalah itu atau untuk mempelajari masalah itu atau untuk bertindak mengatasinya. Masalah sampah Pemda DKI bekerjasama dengan BPPT (Badan Pengembangan Penerapan Tekhnologi) yang memberikan penyuluhan sampah menjadi kompos (2006)
3. Khalayak yang tertarik tetapi ragu.
Sebagian khalayak tahu dan sadar adanya masalah, tetapi mereka belum mengambil keputusan karena masih meragukan keyakinan yang akan diikuti atau tindakan yang akan dijalankan. Contoh tadi, masalah sampah yang dapat diolah menjadi kompos / pupuk non kimia. Untuk meyakinkan khalayak maka gunakan tahap-tahap sebagai berikut:
-Tahap perhatian. Pusatkan perhatian pada hal yang fokus saja.
- Tahap kebutuhan. Tinjaulah secara singkat latar-belakang timbulnya masalah, dapat membantu pen-dengar memahami situasi secara lebih jelas. Buatlah kriteria atau pedoman yang harus dipenuhi dalam meng-ambil keputusan yang tepat.
-Tahap pemuasan. Pidato disini dianggap penting, kemungkinan lebih panjang. Namun tunjukkan secara ringkas rencana tindakan yang harus dilakukan, definisikan istilah-istilah yang kabur agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran. Kemudian tunjukkan usulan Anda yang dapat diterima dibandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya. Perkuat setiap pernyataan dengan sejumlah fakta, angka dan contoh.
-Tahap visualisasi. Proyeksikan khalayak ke masa depan dengan melukiskan gambaran realitas dari kondisi-kondisi yang dikehendaki, bila orang menerima usulan kita atau mendukungnya atau kerugian besar akan terjadi bila menolaknya.
-Tahap tindakan. Buatlah ikhtisar singkat dari argumen-argumen penting dan imbauan yang dikemukakan pada pembicaraan sebelumnya.
4. Khalayak yang bermusuhan.
Adakalanya khalayak sadar bahwa masalah yang harus diatasi, tetapi mereka menentang usulan yang diajukan. Pertentangan bisa terjadi karena takut akan akibat yang tidak dikehendaki atau lebih menyukai alternatif lain daripada yang ditawarkan. Bila tujuan mengatasi keberatan yang diajukan khalayak, dan kita mengupayakan agar khalayak menerima gagasan yang diajukan. Ikutilah urut-urutan sebagai berikut:
- Tahap perhatian. Khalayak tidak menyenangi usulan Anda, jalinlah persahabatan dengan khalayak, usahakan mengalah pada segi-segi tertentu dari pandangan pendengar .Carilah kesamaan, dengan menegaskan pokok-pokok yang disepakati, perkecil perbedaan. Usahakan agar mereka merasa bahwa secara tulus ingin mencapai hasil yang juga mereka inginkan.
- Tahap kebutuhan. Kembangkan tahap ini seperti menghadapi khalayak yang masih ragu
- Tahap visualisasi dan tindakan. Pendengar sudah pada posisi tertarik walau ada yang masih ragu.
1. Ada khalayak tak sadar adanya masalah
Kita gunakan langkah-langkah sebagai berikut:
-Tahap perhatian. Khalayak dibangkitkan minatnya, dikemukakan fakta dan angka yang mengejutkan mereka. Misalnya: DKI Jakarta sampai saat ini (2006) dinyatakan masih belum bebas demam berdarah.
-Tahap kebutuhan. Sajikan sejumlah fakta, angka dan kutipan yang ditunjukkan untuk memperlihatkan, memang ada masalah. Sebutkan dengan khusus bagaimana situasi mempengaruhi ketentraman, kebahagiaan atau kesejahteraan pendengar. Misal: sejumlah fakta terungkapnya adanya pabrik-pabrik pembuatan Narkoba. Pihak kepolisian langsung menutup pabrik itu dan orang-orang terlibat segera ditahan untuk diminta penjelasan.
- Tahap pemuasan, visualisasi dan tindakan. Dalam pengembangan tahap-tahap itu, gunakanlah kesempatan yang ada untuk memperkenalkan bahan-bahan lebih faktual, buat menegaskan masalah, sebutkan kembali selagi membuat ikhtisar akhir dan mengimbau mereka untuk meyakini dan bertindak.
2. Khalayak apatis (masa bodoh)
Berbeda dengan yang tidak sadar adanya masalah, namun mereka tahu masalahnya, tetapi mereka tak peduli, karena merasa bukan urusannya. Pembicara harus meyakinkan mereka bahwa masalah yang mereka tahu, akan mempengaruhi mereka, misal pentingnya memperhatikan kebersihan lingkungan. Lakukan secara bertahap:
-Tahap perhatian. Singkirkan sikap yang apatis dengan menyentuh beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan pendengar. Misal, kalau kebersihan lingkungan tidak diperhatikan akan menimbul-kan berbagai penyakit Gunakan ungkapan-ungkapan hidup untuk menundukkan bagaimana, kesehatan, kebahagiaan, ketenteraman, kesempatan maju
-Tahap kebutuhan Apabila sudah timbul perhatian lanjutkan dengan pertanyaan, bagaimana masalah tersebut mempengaruhi setiap orang yang hadir? Usahakan masalah dengan menunjukkan: (1) efek secara langsung atau segera terhadap mereka; (2). efeknya pada keluarga,
sahabat, kepentingan bisnis, atau kelompok sosial profesional mereka; (3) kemungkinan efek masa depan bagi anak-anak mereka. Dalam menunjukkan efek itu, gunakanlah bukti-bukti yang sekuat mungkin. Misal, Pemda DKI Jakarta dalam mengatasi sampah, menganjurkan setiap RT memiliki alat penghancur sampah akan menjadi kompos. Akibatnya warga tidak memerlukan biaya untuk mengangkut sampah rumah tangga, kompos menjadi pupuk, nilai ekonominya kompos bisa dijual, sampah di DKI seperti pengumpulan daun-daunan dari pohon salah satu bahan kompos juga bisa menjadi mata pencaharian (2006).
- Tahap pemuasan. Tahap ini ditunjukkan terus menerus bahwa sikap apatis dalam masalah ini tidak dapat dibenarkan.
- Tahap visualisasi dan tindakan. Dalam visualisasi keuntungan akan diperoleh khalayak. Sementara itu berdasarlan visualisasi, meminta kepada mereka untuk mempelajari masalah itu atau untuk mempelajari masalah itu atau untuk bertindak mengatasinya. Masalah sampah Pemda DKI bekerjasama dengan BPPT (Badan Pengembangan Penerapan Tekhnologi) yang memberikan penyuluhan sampah menjadi kompos (2006)
3. Khalayak yang tertarik tetapi ragu.
Sebagian khalayak tahu dan sadar adanya masalah, tetapi mereka belum mengambil keputusan karena masih meragukan keyakinan yang akan diikuti atau tindakan yang akan dijalankan. Contoh tadi, masalah sampah yang dapat diolah menjadi kompos / pupuk non kimia. Untuk meyakinkan khalayak maka gunakan tahap-tahap sebagai berikut:
-Tahap perhatian. Pusatkan perhatian pada hal yang fokus saja.
- Tahap kebutuhan. Tinjaulah secara singkat latar-belakang timbulnya masalah, dapat membantu pen-dengar memahami situasi secara lebih jelas. Buatlah kriteria atau pedoman yang harus dipenuhi dalam meng-ambil keputusan yang tepat.
-Tahap pemuasan. Pidato disini dianggap penting, kemungkinan lebih panjang. Namun tunjukkan secara ringkas rencana tindakan yang harus dilakukan, definisikan istilah-istilah yang kabur agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran. Kemudian tunjukkan usulan Anda yang dapat diterima dibandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya. Perkuat setiap pernyataan dengan sejumlah fakta, angka dan contoh.
-Tahap visualisasi. Proyeksikan khalayak ke masa depan dengan melukiskan gambaran realitas dari kondisi-kondisi yang dikehendaki, bila orang menerima usulan kita atau mendukungnya atau kerugian besar akan terjadi bila menolaknya.
-Tahap tindakan. Buatlah ikhtisar singkat dari argumen-argumen penting dan imbauan yang dikemukakan pada pembicaraan sebelumnya.
4. Khalayak yang bermusuhan.
Adakalanya khalayak sadar bahwa masalah yang harus diatasi, tetapi mereka menentang usulan yang diajukan. Pertentangan bisa terjadi karena takut akan akibat yang tidak dikehendaki atau lebih menyukai alternatif lain daripada yang ditawarkan. Bila tujuan mengatasi keberatan yang diajukan khalayak, dan kita mengupayakan agar khalayak menerima gagasan yang diajukan. Ikutilah urut-urutan sebagai berikut:
- Tahap perhatian. Khalayak tidak menyenangi usulan Anda, jalinlah persahabatan dengan khalayak, usahakan mengalah pada segi-segi tertentu dari pandangan pendengar .Carilah kesamaan, dengan menegaskan pokok-pokok yang disepakati, perkecil perbedaan. Usahakan agar mereka merasa bahwa secara tulus ingin mencapai hasil yang juga mereka inginkan.
- Tahap kebutuhan. Kembangkan tahap ini seperti menghadapi khalayak yang masih ragu
- Tahap visualisasi dan tindakan. Pendengar sudah pada posisi tertarik walau ada yang masih ragu.
Karakteristik Pidato Rekreatif
Menghibur adalah pidato yangtujuan utamanya
adalah menyenangkan atau menghibur orang lain.Reaksi yang diinginkan adalah
terhiburnya pendengar sehinggamuncul
suatu kegembiraan. Namun demikian,
perlu disadari bahwa dalam kenyataannya ketiga jenis pidato ini tidak
dapat berdiri sendiri, melainkan saling melengkapisatu sama lain.
Perbedaan di antara ketiganya semata-mata hanya terletak pada titik
berat (emphasis) tujuan pokok pidato
Daftar Pustaka
Arsjad, Maidar G. dan
Mukti, U.S. 1993. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga
RETORIKA, Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi Oleh P.
Dori Wuwur Hendrikus, SVD.
Chou, Wu. 2003. Pattern
Recognition in Speech and Language Processing. London: CRC Press
Keraf,Goris.1983. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Google : Pengertian Pidato, Tujuan, Sifat, Metode, Susunan Dan Persiapan Pidato Sambutan
Keraf,Goris.1983. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Google : Pengertian Pidato, Tujuan, Sifat, Metode, Susunan Dan Persiapan Pidato Sambutan
Hendrikus,Dori Wuwur.
1991. Retorika. Ende: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar